1. Alat Musik Tradisional Aceh - "ARBAB"
Arbab merupakan alat musik tradisional Aceh yang terbuat dari alam. Alat musik arbab ini dibuat dari tempurung kelapa, kulit kambing, kayu dan dawai, sementara busur penggeseknya terbuat dari kayu, rotan atau serat tumbuhan. Terdiri dari 2 bagian, yaitu instrumen induk yang disebut arbab dan penggeseknya yang disebut dengan Go Arbab.
Alat musik tradisional Aceh yang dibunyikan dengan cara digesek ini pernah berkembang di daerah Pidie, Aceh Besar dan Aceh Barat. Diperkirakan alat musik Arbab ada pada jaman Belanda. Akan tetapi sayangnya, saat ini alat musik Arbab sudah jarang dan mungkin hampir punah dari Serambi Mekah. Wah.. bahaya nih kalo beneran sudah punah.
Alat musik Arbab pada zamannya biasa dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu tradisional, bersama Geundrang/Rapai dan sejumlah alat musik trandisional lainnya, di mana Arbab berperan sebagai instrumen utama pembawa lagu. Dalam tradisinya, musik Arbab biasa dimainkan dalam acara-acara keramaian rakyat, seperti hiburan rakyat dan pasar malam.
Musik Arbab disajikan ke tengah penontonnya oleh dua kelompok, yakni pemusik dan penyanyi. Kelompok penyanyi terdiri dari dua orang lelaki, di mana salah seorang di antara mereka memerankan tokoh wanita, lengkap dengan busana dan dandanan seperti wanita. Penyanyi yang memerankan perempuan tersebut dikenal dengan sebutan Fatimah Abi.
Pada umumnya, mereka membawakan lagu-lagu hikayat dan lagu-lagu yang mengandung muatan humor. Di antara lagu-lagu hikayat yang pernah dibawakan dalam pertunjukan musik Arbab, tercatat salah satunya berjudul Hikayat Indra Bangsawan. Beberapa literature menyebutkan bahwa alat musik Arbab pernah hidup dan berkembang di daerah Pidie, Aceh Besar dan Aceh Barat. Dewasa ini, kesenian Arbab sangat jarang dijumpai, dan diperkirakan mulai kehilangan tempatnya.
2. Alat Musik Tradisional Aceh - "BANGSI ALAS"
Alat musik tradisional Aceh yang bernama Bangsi Alas adalah merupakan instrumen tiup dari bambu yang dijumpai banyak dijumpai di daerah Alas, Kabupeten Aceh Tenggara. Secara tradisional pembuatan Bangsi dikaitkan dengan mistik, yaitu ketika ada orang meninggal dunia di kampung/desa tempat Bangsi dibuat. Apabila diketahui ada seorang meninggal dunia, Bangsi yang telah siap dibuat sengaja dihanyutkan disungai. Setelah diikuti terus sampai Bangsi tersebut diambil oleh anak-anak, kemudian Bangsi yang telah di ambil anak-anak tadi dirampas lagi oleh pembuatnya dari tangan anak-anak yang mengambilnya. Bangsi inilah nantinya yang akan dipakai sebagai Bangsi yang merdu suaranya.
3. Alat Musik Tradisional Aceh - "CANANG"
Canang adalah alat musik tradisional dari Aceh yang sering dijumpai pada kelompok masyarakat Aceh, Gayo, Tamiang, dan Alas. Masyarakat Aceh menyebutnya "Canang Trieng", di Gayo disebut "Teganing", di Tamiang disebut "Kecapi" dan di Alas disebut dengan "Kecapi Olah".
Canang terbuat dari kuningan dan bentuknya menyerupai gong. Hampir semua daerah di Aceh terdapat alat musik canang dan masing-masing memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda-beda pula.
Fungsi canang secara umum sebagai penggiring tarian-tarian tradisional. Canang juga sebagai hiburan bagi anak-anak gadis yang sedang berkumpul.
4. Alat Musik Tradisional Aceh - "GEUNDRANG"
Geundrang merupakan salah satu unit alat musik tradisional Aceh yang merupakan bagian dari perangkatan musik Serune Kalee.
Geundrang termasuk jenis alat musik yang dibunyikan dengan cara dipukul baik dengan menggunakan tangan atau memakai kayu pemukul.
Geundrang dijumpai di daerah Aceh Besar dan juga dijumpai di daerah pesisir Aceh seperti Pidie dan Aceh Utara. Fungsi Geundrang nerupakan alat pelengkap tempo dari musik tradisional etnik Aceh.
5. Alat Musik Tradisional Aceh - "SERUNE KALEE"
Serune Kalee adalah instrumen tiup tradisional Aceh adalah alat khas tradisional Aceh Musit yang dimainkan sejak jaman dahulu.
Instrumen ini populer di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar dan Aceh Barat. Alat musik tradisional serune kalee ini biasanya dimainkan dalam hubungannya dengan Gendrang Rapai dan acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan pada raja raja kerajaan zaman keemasan Aceh Darussalam.
Serune Kalee bersama dengan geundrang dan Rapai merupakan suatau perangkatan musik sejak masa kejayaan kerajaan Aceh Darussalam sampai sekarang tetap menghiasi / warna musik dalam budaya tradisional Aceh. Instrumen ini adalah salah satu alat musik layaknya seruling atau klarinet, tersebar di komunitas Melayu.
Kata Serune Kalee mengacu pada dua hal yang berbeda. Kata pertama, menunjuk ke kuningan Serune tradisional Aceh yang sering bermain bersama Rapai. Sementara Kalee adalah nama dari sebuah nama desa di Laweung, Pidie.
Peralatan musik tidak hanya digunakan oleh orang-orang Aceh, tetapi juga Minangkabau, Agam, dan beberapa daerah lainnya di Sumatera Barat. Bahkan, distribusi pasokan ini mencapai Thailand, Sri Lanka, dan Malaysia. Semacam ini alat musik juga ditemukan di daerah pesisir lainnya dari Provinsi Aceh dan, seperti Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar, Aceh Barat, dan dengan nama yang sama (Burhan Paradise, ed, 1986:. 81). Setiap daerah yang menggunakan jenis musik ini memberikan berbagai variasi dalam peralatan, sehingga bentuk dan namanya juga bermacam-macam. Namun, di antara beberapa variasi serune, ada kesamaan dalam nuansa mengangkat suara, laras nada, getaran, Volume suara, dinamika suaranya.
Berdasarkan data yang ada, peralatan ini telah ada sejak kedatangan Islam ke Aceh. Ada beberapa yang mengatakan peralatan ini berasal dari Cina (ZH Idris, 1993: 48-49).
Pada saat ini budaya di Aceh juga berkembang pesat, salah satunya adalah seni, dengan gaya Islam yang kuat. Peralatan Serune Kalee masih saat ini memegang peranan penting dalam berbagai seni pertunjukan, dalam berbagai upacara, dan acara lainnya Kalee Serune game musik. Telah menghibur masyarakat Aceh sejak dulu sampai sekarang.
6. Alat Musik Tradisional Aceh - "TAKTOK TRIENG"
Taktok Trieng sejenis alat pukul yang terbuat dari bambu. Alat ini dijumpai di daerah Kabupaten Pidie, Aceh Besar dan beberapa kabupaten lainnya. Taktok Trieng dikenal ada 2 jenis: satu dipergunakan di Meunasah (langgar-langgar), dibalai-balai pertemuan dan di tempat-tempat lain yang dipandang wajar untuk diletakkan alat ini. Dan jenis yang dipergunakan di sawah-sawah berfungsi untuk mengusir burung ataupun serangga lain yang mengancam tanaman padi. Jenis ini biasanya diletakkan di tengah sawah dan dihubungkan dengan tali sampai ke dangau (gubuk tempat menunggu padi di sawah).
7. Alat Musik Tradisional Aceh - "RAPAI"
Alat musik tradisional Rapai merupakan alat musik yang dibunyikan dengan cara dipukul. Menurut Z.H Idris, alat musik Rapai ini berasal dari Bahdad (irak), dan dibawa ke Aceh oleh seorang penyiar agama Islam bernama Syeh Rapi.
Dalam pertunjukannya, alat musik rapai ini dimainkan oleh 8 sampai 12 orang pemain yang disebut awak rapai. Alat musik Rapai ini berfungsi untuk mengatur tempo dan tingkahan-tingkahan irama bersama Serune kalee maupun buloh perindu.
Berdasarkan besarnya rapai serta fungsinya, alat musik tradisional dari Aceh ini terdiri dari beberapa jenis yaitu :
Rapai Pasee (rapai gantung)
Rapai Daboih
Rapai Geurimpheng (rapai macam)
Rapai Pulot
Rapai Anak/tingkah
Rapai kisah
Alat musik rapai ini biasanya dimainkan dalam berbagai kesempatan seperti misalnya pada saat pasar malam, upacara perkawinan, ulang tahun, mengiringi tarian, memperingati hari hari tertentu dan acara lainnya. Namun, selain dimainkan secara tunggal alat musik rapai ini juga dapat digabungkan dengan peralatan musik lainnya.
Rapai berbentuk seperti tempayan atau panci dengan berbagai ukuran. Dibagian atas rapai ditutup dengan kulit, sedangkan bagian bawahnya kosong
Ref : serba-tradisional.blogspot.com
Arbab merupakan alat musik tradisional Aceh yang terbuat dari alam. Alat musik arbab ini dibuat dari tempurung kelapa, kulit kambing, kayu dan dawai, sementara busur penggeseknya terbuat dari kayu, rotan atau serat tumbuhan. Terdiri dari 2 bagian, yaitu instrumen induk yang disebut arbab dan penggeseknya yang disebut dengan Go Arbab.
Alat musik tradisional Aceh yang dibunyikan dengan cara digesek ini pernah berkembang di daerah Pidie, Aceh Besar dan Aceh Barat. Diperkirakan alat musik Arbab ada pada jaman Belanda. Akan tetapi sayangnya, saat ini alat musik Arbab sudah jarang dan mungkin hampir punah dari Serambi Mekah. Wah.. bahaya nih kalo beneran sudah punah.
Alat musik Arbab pada zamannya biasa dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu tradisional, bersama Geundrang/Rapai dan sejumlah alat musik trandisional lainnya, di mana Arbab berperan sebagai instrumen utama pembawa lagu. Dalam tradisinya, musik Arbab biasa dimainkan dalam acara-acara keramaian rakyat, seperti hiburan rakyat dan pasar malam.
Musik Arbab disajikan ke tengah penontonnya oleh dua kelompok, yakni pemusik dan penyanyi. Kelompok penyanyi terdiri dari dua orang lelaki, di mana salah seorang di antara mereka memerankan tokoh wanita, lengkap dengan busana dan dandanan seperti wanita. Penyanyi yang memerankan perempuan tersebut dikenal dengan sebutan Fatimah Abi.
Pada umumnya, mereka membawakan lagu-lagu hikayat dan lagu-lagu yang mengandung muatan humor. Di antara lagu-lagu hikayat yang pernah dibawakan dalam pertunjukan musik Arbab, tercatat salah satunya berjudul Hikayat Indra Bangsawan. Beberapa literature menyebutkan bahwa alat musik Arbab pernah hidup dan berkembang di daerah Pidie, Aceh Besar dan Aceh Barat. Dewasa ini, kesenian Arbab sangat jarang dijumpai, dan diperkirakan mulai kehilangan tempatnya.
2. Alat Musik Tradisional Aceh - "BANGSI ALAS"
Alat musik tradisional Aceh yang bernama Bangsi Alas adalah merupakan instrumen tiup dari bambu yang dijumpai banyak dijumpai di daerah Alas, Kabupeten Aceh Tenggara. Secara tradisional pembuatan Bangsi dikaitkan dengan mistik, yaitu ketika ada orang meninggal dunia di kampung/desa tempat Bangsi dibuat. Apabila diketahui ada seorang meninggal dunia, Bangsi yang telah siap dibuat sengaja dihanyutkan disungai. Setelah diikuti terus sampai Bangsi tersebut diambil oleh anak-anak, kemudian Bangsi yang telah di ambil anak-anak tadi dirampas lagi oleh pembuatnya dari tangan anak-anak yang mengambilnya. Bangsi inilah nantinya yang akan dipakai sebagai Bangsi yang merdu suaranya.
3. Alat Musik Tradisional Aceh - "CANANG"
Canang adalah alat musik tradisional dari Aceh yang sering dijumpai pada kelompok masyarakat Aceh, Gayo, Tamiang, dan Alas. Masyarakat Aceh menyebutnya "Canang Trieng", di Gayo disebut "Teganing", di Tamiang disebut "Kecapi" dan di Alas disebut dengan "Kecapi Olah".
Canang terbuat dari kuningan dan bentuknya menyerupai gong. Hampir semua daerah di Aceh terdapat alat musik canang dan masing-masing memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda-beda pula.
Fungsi canang secara umum sebagai penggiring tarian-tarian tradisional. Canang juga sebagai hiburan bagi anak-anak gadis yang sedang berkumpul.
4. Alat Musik Tradisional Aceh - "GEUNDRANG"
Geundrang merupakan salah satu unit alat musik tradisional Aceh yang merupakan bagian dari perangkatan musik Serune Kalee.
Geundrang termasuk jenis alat musik yang dibunyikan dengan cara dipukul baik dengan menggunakan tangan atau memakai kayu pemukul.
Geundrang dijumpai di daerah Aceh Besar dan juga dijumpai di daerah pesisir Aceh seperti Pidie dan Aceh Utara. Fungsi Geundrang nerupakan alat pelengkap tempo dari musik tradisional etnik Aceh.
5. Alat Musik Tradisional Aceh - "SERUNE KALEE"
Serune Kalee adalah instrumen tiup tradisional Aceh adalah alat khas tradisional Aceh Musit yang dimainkan sejak jaman dahulu.
Instrumen ini populer di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar dan Aceh Barat. Alat musik tradisional serune kalee ini biasanya dimainkan dalam hubungannya dengan Gendrang Rapai dan acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan pada raja raja kerajaan zaman keemasan Aceh Darussalam.
Serune Kalee bersama dengan geundrang dan Rapai merupakan suatau perangkatan musik sejak masa kejayaan kerajaan Aceh Darussalam sampai sekarang tetap menghiasi / warna musik dalam budaya tradisional Aceh. Instrumen ini adalah salah satu alat musik layaknya seruling atau klarinet, tersebar di komunitas Melayu.
Kata Serune Kalee mengacu pada dua hal yang berbeda. Kata pertama, menunjuk ke kuningan Serune tradisional Aceh yang sering bermain bersama Rapai. Sementara Kalee adalah nama dari sebuah nama desa di Laweung, Pidie.
Peralatan musik tidak hanya digunakan oleh orang-orang Aceh, tetapi juga Minangkabau, Agam, dan beberapa daerah lainnya di Sumatera Barat. Bahkan, distribusi pasokan ini mencapai Thailand, Sri Lanka, dan Malaysia. Semacam ini alat musik juga ditemukan di daerah pesisir lainnya dari Provinsi Aceh dan, seperti Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar, Aceh Barat, dan dengan nama yang sama (Burhan Paradise, ed, 1986:. 81). Setiap daerah yang menggunakan jenis musik ini memberikan berbagai variasi dalam peralatan, sehingga bentuk dan namanya juga bermacam-macam. Namun, di antara beberapa variasi serune, ada kesamaan dalam nuansa mengangkat suara, laras nada, getaran, Volume suara, dinamika suaranya.
Berdasarkan data yang ada, peralatan ini telah ada sejak kedatangan Islam ke Aceh. Ada beberapa yang mengatakan peralatan ini berasal dari Cina (ZH Idris, 1993: 48-49).
Pada saat ini budaya di Aceh juga berkembang pesat, salah satunya adalah seni, dengan gaya Islam yang kuat. Peralatan Serune Kalee masih saat ini memegang peranan penting dalam berbagai seni pertunjukan, dalam berbagai upacara, dan acara lainnya Kalee Serune game musik. Telah menghibur masyarakat Aceh sejak dulu sampai sekarang.
6. Alat Musik Tradisional Aceh - "TAKTOK TRIENG"
Taktok Trieng sejenis alat pukul yang terbuat dari bambu. Alat ini dijumpai di daerah Kabupaten Pidie, Aceh Besar dan beberapa kabupaten lainnya. Taktok Trieng dikenal ada 2 jenis: satu dipergunakan di Meunasah (langgar-langgar), dibalai-balai pertemuan dan di tempat-tempat lain yang dipandang wajar untuk diletakkan alat ini. Dan jenis yang dipergunakan di sawah-sawah berfungsi untuk mengusir burung ataupun serangga lain yang mengancam tanaman padi. Jenis ini biasanya diletakkan di tengah sawah dan dihubungkan dengan tali sampai ke dangau (gubuk tempat menunggu padi di sawah).
7. Alat Musik Tradisional Aceh - "RAPAI"
Alat musik tradisional Rapai merupakan alat musik yang dibunyikan dengan cara dipukul. Menurut Z.H Idris, alat musik Rapai ini berasal dari Bahdad (irak), dan dibawa ke Aceh oleh seorang penyiar agama Islam bernama Syeh Rapi.
Dalam pertunjukannya, alat musik rapai ini dimainkan oleh 8 sampai 12 orang pemain yang disebut awak rapai. Alat musik Rapai ini berfungsi untuk mengatur tempo dan tingkahan-tingkahan irama bersama Serune kalee maupun buloh perindu.
Berdasarkan besarnya rapai serta fungsinya, alat musik tradisional dari Aceh ini terdiri dari beberapa jenis yaitu :
Rapai Pasee (rapai gantung)
Rapai Daboih
Rapai Geurimpheng (rapai macam)
Rapai Pulot
Rapai Anak/tingkah
Rapai kisah
Alat musik rapai ini biasanya dimainkan dalam berbagai kesempatan seperti misalnya pada saat pasar malam, upacara perkawinan, ulang tahun, mengiringi tarian, memperingati hari hari tertentu dan acara lainnya. Namun, selain dimainkan secara tunggal alat musik rapai ini juga dapat digabungkan dengan peralatan musik lainnya.
Rapai berbentuk seperti tempayan atau panci dengan berbagai ukuran. Dibagian atas rapai ditutup dengan kulit, sedangkan bagian bawahnya kosong
Ref : serba-tradisional.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar